Jumat, 31 Mei 2013

pembelajaran kontekstual

2.1.1. Pembelajaran Kontekstuals
 Pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pengajaran yang didasarkan pada alasan bahwa pengertian atau makna muncul dari hubungan antara konten dengan konteksnya. Pemahaman yang lebih terhadap suatu konten dapat dicapai siswa jika diberikan konteks yang lebih luas dimana didalamnya siswa dapat membuat hubungan-hubungan. Jadi bagian penting dari pekerjaan adalah menyediakan konteks. Semakin banyak siswa mengaitkan pelajaran mereka dengan konteks, maka makin banyak pengertian yang dapat ditemukan dalam pelajaran tersebut. (Depdiknas, 2002 : 5). Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Teori pembelajaran kontekstual mendorong pendidik untuk memilih atau merancang lingkungan belajar yang menggabungkan sebanyak mungkin bentuk pengalaman baik sosial, budaya, fisik dan fsikologi untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Dalam lingkungan belajar semacam ini , para siswa akan mendapatkan hubungan bermakna antar ide-ide abstrak dan penerapan-penerapan praktis dalam konteks dunia nyata, konsep diinternalisasi melalui proses penemuan, dan menghubungkan (Depdiknas, 2002 :1).Menemukan pengertian adalah karakteristik pokok pembelajaran kontekstual. Pengajaran seharusnya melibatkan siswa mencari arti dan pengajaran seharusnya memperkenannya siswa untuk memahami arti dari pelajaran yang mereka pelajari. Oleh karenanya pembelajaran kontekstual meminta siswa untuk membuat hubungan-hubungan yang menyatakan pengertian, sehingga pembelajaran kontekstual ini mempunyai kemungkinan besar untuk menarik semua siswa dalam pembelajaran (Setiadi,2002 : 15). 2.1.2. Komponen Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan lima komponen pembelajaran kontekstual yaitu: (Depdiknas 2002 : 10). 2.1.2.1. Konstruktivisme (constructivism) merupakan salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL adalah teori pembelajaran kontruktivis.Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Ide – ide kontstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori vygotsky yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran berbasis kegiatan,dan penemuan.Salah satu prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya adalah penekanan pada hakekat sosial dari pembelajaran Slavin (2000) dalam (Trianto,2007:107). 
2.1.2.2. Menemukan (inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Kemampuan dan keterampilan yang diperoleh siswa dapat diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.Siklus inquiri terdiri dari : a. Observasi ( Observation ) b. Bertanya ( Quistining ) c. Mengajukan dugaan ( Hypotesis ) d. Pengumpulan data ( Data gathering ) e. Penyimpulan ( Conclussion ) 

Langkah – langkah kegiatan inquiri adalah sebagai berikut : 1. Merumuskan masalah 2. Mengamati atau melakukan observasi 3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, table, dan karya lainnya. 4. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca,teman sekelas,guru,atau audien yang lain. 2.1.2.3. Bertanya (Questioning) merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa.Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkomfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum di ketahuinya. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: 1. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis 2. Mengecek pemahaman siswa 3. Membangkitkan respon terhadap siswa 4. Mengetahui sejauh mana keingin tahuan siswa 5. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa 6. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang di kehendaki guru 7. Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, dan 8. Menyegarkan kembali pengetahuan siswa. Hampir pada semua aktivitas belajar, dapat menerapkan quistioning (bertanya): antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan orang lain yang di datangkan ke kelas, dan sebagainya.Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, berkerja dalam kelompok, ketika menemukan kesulitan, ketika mengamati dan sebainya. Kegiatan – kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan siswa untuk ”bertanya”. 2.1.2.4. Refleksi (Reflection) adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa lalu.Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi.realisasinya berupa : a. Pernyataan langsung tentang apa – apa yang di perolehnya hari itu. b. Catatan atau jurnal di buku siswa. c. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu. d. Diskusi,dan e. Hasil karya (sudjana,2007:113). 2.1.2.5. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessement) adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian ( assessment ) bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa . Pembelajaran yang benar memang seharusnya di tekan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari,bukan ditekankan pada diperolehnya sebnayak mungkin di akhir periode pembelajaran. Penilaian yang sebenarnya menilai pengetahuan dan keterampilan ( performent ) yang di peroleh siswa.Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman atau orang lain.Karakteristi penilaian yang sebenarnya : a. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung b. Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif c. Yang di ukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta d. Terintegrasi; dan e. Dapat digunakan sebagai feed back. 2.1.3. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Kontekstual Adapun karakteristik pembelajaran kontekstual yang perlu di perhatikan adalah sebagai berikut : ( Depdiknas, 2002 : 20 ) a. Kerjasama b. Saling menunjang c. Menyenangkan, tidak membosankan d. Belajar dengan bergairah e. Pembelajaran terintegrasi f. Menggunakan berbagai sumber g. Siswa aktif h. Sharing dengan teman i. Siswa kritis guru kreatif j. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta,gambar, artikel, humor dan lain-lain. k. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapot, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain. 2.1.4. Strategi Pembelajaran yang Berasosiasi dengan Pembelajaran Kontekstual Dalam pembelajaran kontekstual ada delapan strategi pengajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual adalah CBSA, pendekatan keterampilan proses, life skill educations, authentic intruction, inquiry based learning, cooperative learning dan servise learning ( Depdiknas, 2002 ). CBSA ( Cara Belajar Siswa Aktif ) ditinjau dari proses belajar mengajar, dapat diartikan sebagai salah satu cara strategi mengajar yang memuat keaktifan dan partisipasi siswa seoptimal mungkin sehingga mampu mengubah tingkah laku siswa secara lebih efektif dan efisien ( Sudjana, 1989 : 30 ). Pendekatan keterampilan proses merupakan suatu pendekatan proses dalam pengajaran yang didasarkan atas keterampilan siswa untuk mengolah perolehan yang didapat melalui proses belajar mengajar yang memberi kesempatan yang lebih luas kepada siswa untuk mengamati, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan dan menggolongkan. Life skill education merupakan pembelajaran yang mendorong keterampilan berfikir dan kerampilan memecahkan masalah yang penting dalam lingkungan hidup riil. Authentic-instruction merupakan intruksi atau pengajaran yang memungkinkan para siswa untuk belajar dalam konteks yang bermakna. Inqury-based learning merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan untuk pembelajaran yang bermakna. Problem-based learning merupakan pembelajaran yang menggunakan permasalahan riil sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berfikir kritis maupun belajar memecahkan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial. Cooperative-learning merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran melalui pembentukan kelompok-kelompok kecil yang sesungguhnya. Servise-learning merupakan suatu metode pengajaran yang menggabungkan pelayanan masyarakat dengan kesempatan baik berbasis sekolah yang berstruktur untuk refleksi tentang pelayanan maupun hubungan antara pengalaman pelayanan akademik. 2.1.5. Penerapan Pembelajaran Kontekstual Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut: a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri menemukan sendiri, dan menkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. b. 
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inqury untuk semua topic. c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. f. Lakukan refleksi diakhir pertemuan. g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. (Trianto,2007:106)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar