Senin, 03 Juni 2013

pengertian kurukulum menurut para ahli

Pengertian Kurikulum
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi popular sejak tahun lima puluhan yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di America serikat. Sebelumnya yang lazim digunakan ialah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran. Adapun pengertian kurikulum menurut beberapa tokoh ialah:
1. J.Galen Taylor dan William M. Alexander dalam buku curriculum planning for better teaching and learning (1956). Menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut “segala usaha untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, di halaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum.
2. Harold B. Albertycs. Dalam reorganizing the high school curriculum (1965). Memandang kurikulum sebagai “all school”. Seperti halnya dengan definisi saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan diluar kelas, yang berada dibawah tanggung jawab sekolah.
3.  B. Othanel Smith, w.o. Stanley, dan J. Harjan Shores. Memandang kurikulum sebagai “a sequence of potential experience set up in the school for the purpose of diseliping ehildren and youth in group ways of thinking and acthing”. Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka  dapat berfikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.
4. J. Lloyd Trump dan Dalmes F. Miller dalam bukunya secondary school improfement (1973). Juga menganut definisi kurikulum yang luas, menurut mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervise dan administrasi dan hal-hal structural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.
5. Kurikulum adalah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajarai oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan (Hamalik, 2003: 16).
6. Menurut nasution (1999: 5) kurikulum adalah segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar apakah dalam ruangan kelas, dihalaman sekolahataupun diluar sekolah termsuk kurikulum.

2.2 Macam – macam kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia.
1. Rencana  Pelajaran  1947
          Rencana pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah – sekolah pada tahun 1947. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok yakni daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya serta garis – garis besar pengajaran. Rencana pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran, yang diutamakan ialah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari – hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan  jasmani.
2. Rencana Pelajaran Terurai 
  Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali.
Seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis
3. Kurikulum 1968
  Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.

  Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
4. Kurikulum 1975
    Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.  Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
5. Kurikulum 1984
  Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).

            Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah.
6. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
            Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses. ” kata Mudjito menjelaskan.

             perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
7. Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004
            Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
            Meski baru diujicobakan, sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
8. KTSP ( Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ) 2006

            Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar